Program Afiliasi Binary.com

Jumat, 21 Januari 2011

Rev.William West Patterson (1908-1984)

Beliau dilahirkan pada tanggal 22 April 1907 di Newville Pennsylvania Amerika dan menerima Kristus sebagai Juru Selamat pribadinya pada 9 Desember 1922 di kota Albany, Oregon, dalam suatu kebaktian kebangunan rohani yang dipimpin Pendeta Charles Price.
Beliau memperoleh kepercayaan Tuhan untuk menjadi pendidik rohani di Indonesia. Itu sebabnya pada tahun 1934 beliau bersama kedua anaknya Bill dan Mariam mengarungi samudera menuju Indonesia.
Ia adalah tokoh guru dimana pelajaran yang diajarkannya masih diajarkan diberbagai Sekolah Alkitab di Indonesia. Sejak tahun 1955-1963 ia menjadi gembala jemaat di Lewiston, Idaho dan Tacoma, Washington.
Ia dipanggil Tuhan setelah selesai tugasnya pada 22 Januari 1984 karena serangan jantung. W.W. Patterson, pendiri Nederlandsche Indie Bybel Institut ini telah memiliki banyak anak didik yang telah menyebar ke berbagai pelosok Indonesia.
Pada tahun 1920, Rev.Patterson mendaftar di Sekolah Alkitab Simpson (Sekolah Misionaris) di Phinney Ridge. Ditahun yang bersamaan juga, di Sekolah ini terdaftar kurang lebih seratus orang murid yang ingin menjadi misionaris.
Disekolah Alkitab tersebut, Patterson mulai mengenal Firman Tuhan yang akan membawa ia ke suatu pelayanan. Disekolah itu juga, Patterson bertemu dengan Roy Sutherd.
Ditahun yang sama, Kathryn Kuhlman juga terdaftar disekolah Alkitab Simpson. Mereka bersama-sama melayani dibeberapa tempat sepert: Zion Mission, Bread of Life Mission, Penile Mission, dan Olive Branch Mission. Pdt. Roy Sutherd mengulang perkataannya bahwa,” Peperangan kita melawan penguasa-penguasa didunia dan Rumah Daud sudah dekat, tetapi kita memberitakan injil.” Ia berkata kembali,” William adalah seorang ahli Alkitab yang terbaik disekolah, ia memahami Alkitab secara mendalam, dan tidak pernah lupa untuk membawa buku disaat ia sedang berjalan-jalan.
Pdt. Patterson mulai bersekolah di Pine Street Mission yang kemudian diubah namanya menjadi Bethel Temple di Seattle pada tahun 1926 dan menyelesaikan sekolahnya pada tahun 1928. Pdt. Patterson masih sangat muda ketika ia bersekolah di Bethel Temple dan ia juga adalah salah seorang dari pemimpin anak-anak muda disana.
Disekitar tahun 1928, Bethel Temple pindah ke Third avenue dan Bell Street. Sejak saat itu banyak team-team misionaris yang dikirim untuk membawa ajaran-ajaran Pantekosta ke Indonesia. Di Indonesia, mereka mendirikan sekolah-sekolah Alkitab serta memberikan pengarahan dan latihan bagi para penduduk setempat untuk bisa melayani ditempat mereka tinggal.
Pelayanan pertama Pdt. Patterson adalah di Toppenish, dimana ditempat tersebut, ia mengembalakan beberapa bulan sebelum terpanggil ke sebuah gereja yang sedang bertumbuh di Pendleton, Oregon pada tahun 1929.
Tidak seberapa jauh dari tempat pengembalaannya, tepatnya di Walla Walla, Pdt.Patterson mencari wejangan dari seorang pendeta yang bernama J.S.Eaton. Selama perjalanannya mencari hikmat, Pdt. Patterson menyadari bahwa Pdt.Eaton mempunyai seorang anak wanita yang sangat cantik yang bernama Gladys.
Minggu berganti minggu perjalananya mencari wejangan dari Pendleton ke Walla Walla dengan menggunakan mobil Ford model T tidak terasa panjang lagi karena perjalanannya disambung ke suatu perjalanan yang menuju ke pernikahan. Kedua kekasih menikah pada tanggal 22 Febuari 1930 yang dipimpin oleh Pdt J.S.Eaton di Pendleton.
Dikemudian waktu sementara Pdt. Patterson sedang mengendarai mobil disuatu keheningan malam menuju ke tempat pelayanan dimana ia akan melayani seorang wanita yang sedang terbaring sakit dirumahnya, ia bercerita tentang ketiga visi yang belum terungkap yang didapatnya disuatu perjalanan menuju ke Albany pada tahun 1922. Didalam visi tersebut sementara ia mengendarai mobilnya dijalan, ia melihat sebuah padang yang ditutupi oleh salju dan sebuah rumah yang terletak cukup jauh letaknya dan didalam rumah tersebut ada sebuah perapian kecil.
Pesan yang ia terima dari visi tersebut adalah siapapun yang duduk disampingnya pada waktu ia sedang mengendarai mobilnya disaat ia memperoleh visi tersebut, akan mengambil bagian dipermulaan perjalanannya. Sementara itu ketika ia sedang mengendarai mobilnya pada malam itu ketika ia mensharingkan tentang visi kepada Gladys, ia melihat pemandangan yang sama ia pernah lihat tujuh tahun lalu dan itu merupakan konfirmasi dari visi yang didapatnya bahwa mereka suami istri akan memulai perjalanan bersama di Pendleton.
Sebagai seorang pasangan muda, Pdt.Patterson dan istri pindah kembali ke Seattle pada tahun 1930 dan pada tahun 1931, mereka berdomisili dilantai atas dari sebuah supermarket yang dimiliki oleh orang tuanya. Disana, William dan Gladys mulai merasakan adanya panggilan yang kuat untuk menginjili di daerah Timur Belanda atau Indonesia. Pada tahun 1931, William diteguhkan sebagai pelayan sebelum mereka meninggalkan rumah mereka diatas supermarket.
Anak pertama mereka, Bill, lahir disana pada tahun 1931. Mereka mulai menyusun perjalanan misionari mereka dan mereka menghabiskan musim dingin tahun 1933 dengan mengadakan kebaktian didaerah Timur dari Washington. Pdt.Patterson tinggal di rumah mertuanya di Latah pada saat itu.
Dirumah itu, mereka dianugerahkan anak yang kedua yaitu seorang anak perempuan yang diberi nama Marion. Marion lahir pada bulan Febuari tahun 1933. Sesudah itu Pdt.Patterson dan keluarga kembali ke Seattle untuk persiapan terakhir menuju tanah dimana mereka dipanggil.
Disaat-saat yang bersamaan, Pdt. Offiler, gembala dari Bethel Temple sedang memulai mengadakan kebaktian-kebaktian didaerah Seattle. Disuatu kesempatan didalam kebaktian-kebaktian tersebut, ada manifestasi menari dalam roh terjadi. Pdt.Patterson melaporkan, ”Saya melihat Roh Kudus turun ke saudari Ruth Nordeen dan saya melihat ia menari dalam roh. Saya tahu bahwa itu benar-benar terjadi. Lalu saya berkata di dalam hati, ”Oh itu benar-benar terjadi.” Tidak pernah terjadi seperti itu sebelumnya.
Pada malam itu di Fort Lawton, saya sedang berdoa bersama-sama dengan satu kelompok orang-orang muda, sesudah itu setelah kebaktian selesai dan salah satu dari kita berdoa, Roh Kudus turun ke saya pada saat saya menutup mata saya, saya berdiri dan mulai menari diantara orang-orang dan kursi-kursi. Saya tidak pernah menari sebelumnya dan tidak pernah tahu bagaimana cara menari. Yang saya bisa katakan adalah tangan, kaki, dan badan saya didalam keadaan yang sadar menari dengan gerakan yang diatur.
Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan kejadian tersebut dan saya tahu bahwa itu semua adalah hasil karya dari Tangan Tuhan. ”Jadi semua itu benar-benar terjadi dan saya sedikit kecewa karena banyak dari saudara-saudara yang tidak sependapat dengan saya dan mengatakan bahwa saya membuat-buat sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Mereka berkata, ”Lihat pada waktu Raja Daud menari dihadapan Tuhan.” Itu cerita benar, tetapi Raja Daud tidak menari diantara jemaat dan berkata, ”Mari semua orang menari.” Kemudian Raja Daud tidak datang setiap hari Sabtu dan menari dihadapan Tabut Perjanjian Allah.” Harus ada keseimbangan. Saya bisa menyaksikan pada waktu Roh Kudus turun kepada saudari Ruth Nordeen, itu adalah Roh yang kudus dan kekaguman tinggal diam bersama jemaat.
Pada tahun 1934, Pdt.Patterson dan keluarga berlayar menuju Indonesia. Disaat kapal mereka berlabuh di pelabuhan, Tuhan memberikan konfirmasi yang kedua dari visi yang didapat oleh Pdt.Patterson. Di visi yang kedua berisikan: ia berada disebuah kapal bersama–sama dengan orang banyak dan matahari sudah mulai menarik diri disebelah Barat. Segerombolan awan yang besar mengucapkan selamat tinggal.
Jadi sekali lagi Tuhan mengkonfirmasikan bahwa Pdt.Patterson dan keluarga sudah berada didalam rencana Tuhan ketika mereka berlayar menuju ke Indonesia dengan menyeberangi Samudera Pasific. Iris Bowe ikut bersama-sama dengan team mereka termasuk juga Ellen Patterson. Ellen Patterson pada saat itu sedang memulai perjalanannya keliling dunia.
Pada saat mereka sampai di Batavia atau Jakarta sekarang, Jawa barat, mereka bertemu dengan Van Claverans. Van Claverans adalah seorang penginjil senior yang tinggal paling terakhir sesudah itu James Patterson menggantikannya. Pdt.Patterson dan team kemudian pindah ke Sukabumi, dimana mereka belajar Bahasa Indonesia. Di Sukabumi, mereka dianugerahi anak yang ketiga, Richard. Tidak lama kemudian Richard memiliki seorang adik. Adik dari Richard tidak bertahan hidup karena terjangkit penyakit TBC. Ia dikuburkan di Sukabumi.
Selanjutnya Tuhan menyuruh Pdt.Patterson bersama team untuk menyeberangi pulau menuju ke Surabaya, Jawa Timur. Disana mereka mendirikan sebuah sekolah Alkitab. Semakin mereka mengikuti kehendak Tuhan, mereka menemukan banyak orang yang tertarik untuk mengambil bagian di pulau itu untuk mempelajari Firman Tuhan. Pdt.Tase and istrinya yang kemudian sering mengunjungi Amerika Serikat adalah salah satu pengajar disekolah Alkitab disana. Ria Hermas yang kemudian menjadi anggota dari Bethel Temple adalah anak perempuan dari Keluarga Tase.
Selama tahap pertama dari sekolah Alkitab disana, Pdt. Patterson terjangkit TBC. Pada waktu ia mulai batuk-batuk darah, semua murid-muridnya bergumul didalam doa. Sesudah pemeriksaan dan ronsen dilakukan, dokter menyarankan ia untuk tinggal ditempat perawatan/sanatorium untuk menangani semua penyakit TBC dimana penyakitnya bisa disembuhkan.
Pdt.Patterson tinggal selama satu minggu disana. Tuhan bekerja dahsyat. Selalu hasil dari doa yang dengan sungguh-sungguh dinaikkan mendatangkan kesembuhan. Pdt.Patterson disembuhkan dari penyakitnya secara ajaib. Tidak berhenti sampai disitu, setelah Pdt.Patterson sembuh, mereka mengalami serangan lain dari si iblis. Tubuh dari Gladys, istri dari Pdt.Patterson tidak berfungsi dengan baik sehingga ia mengalami depresi, tetapi Tuhan menyembuhkannya. Semua pencobaan yang dialami keluarga Patterson disana menunjukkan bahwa menaruh percaya dan iman mereka kepada Tuhan adalah kunci kemenangan yang utama.
Perjalanannya kembali ke tanah kelahiran mereka setelah kunjungan mereka yang pertama ke Indonesia, bergabung bersama mereka Joe Mcknight. Joe Mcknights berlayar bersama mereka pada tahun 1939 dan pada tahun 1940, Joe Mcknight membantu sebagai pengajar disebuah sekolah Alkitab yang didirikan Pdt.Patterson.
Joe Mcknight adalah seorang yang baru terjun dalam penginjilan dan kelihatan sepertinya keberangkatan mereka sedikit tertunda dikarenakan muatan dari kapal sangat banyak. Diadakanlah undian dan ada masalah lain lagi, dimana Joe Mcknight tidak terdaftar di undian tersebut. Untungnya seseorang membatalkan perjalanannya sehingga ia bisa berangkat bersama-sama dengan Pdt.Patterson dan team. “Kami merasakan kami butuh seseorang lagi. “sahut Mcknight.“ Kita memerlukan seseorang yang bisa membantu dan menjaga supaya kita bisa berbaur dengan keadaan disana.”
Kapal yang mereka tumpangi seharusnya berlayar menuju ke Belawan-Deli atau Medan sekarang, dan dari sana rencananya mereka akan berlayar menyisiri pulau Sumatra menuju Batavia atau Jakarta sekarang lalu kemudian berlayar ke Surabaya, disitulah tempat pemberhentian mereka sesungguhnya. Tetapi kapal yang mereka tumpangi tersebut merubah jalur perjalanannya saat itu juga.
Mereka sampai ke Singapore dan informasi yang mereka dapat bahwa kapal tidak akan berlayar menuju ke Belawan-Deli, jadi kamu harus turun disini karena tujuan mereka adalah ke Surabaya. Pdt.Patterson dan team tidak perduli apabila mereka tidak singgah ke Belawan-Deli. Itu malah keuntungan bagi mereka karena mereka tidak harus membayar lebih, jadi mereka semua turun di Singapore.
Pdt.Mcknight berkata, ”Apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita sampai disini, penginjil-penginjil yang pas-pasan, terdampar diujung dunia, dan diturunkan dari kapal. ”Tetapi Pdt.Patterson selalu mempunyai orang-orang yang bisa dihubungi. Ia kenal dengan seorang yang berkebangsaan India yang mengembalakan gereja ditengah-tengah kota. Jadi kita semua berangkat kesana dimana mereka menerima kita semua dengan ramah.”
Pdt. Patterson dan team sangat sedih karena semua barang-barang mereka masih ada di kapal yang mereka tumpangi sebelumnya dan kapal tersebut sedang berlayar menuju Batavia lalu ke Surabaya tidak melewati Belawan-Deli. Mereka berpikir bahwa mereka akan berlayar menuju ke Belawan-Deli karena itulah yang tertera di ticket mereka, dan pemerintah Belanda memerintahkan bahwa ticket mereka tidak bisa ditukar. “
Jadi malam ini,” sahut Pdt.Mcknight, “Tuan rumah menampung kita dirumahnya, mereka dijamu dengan masakan traditional mereka.” Tuan rumah berkata, ”Kami tidak memasaknya pedas karena kami tahu bahwa orang-orang Amerika tidak suka pedas.” “Selama hidup saya, saya tidak pernah menangis karena kepedesan. Mereka menaruh cabe merah kedalam makanan tersebut. Tidak mengapa, karena itu adalah salah satu perjalanan hidup dari seorang penginjil.”
Semua wanita dan anak-anak tidur disatu ruangan besar pada malam itu, dimana Pdt.Patterson dan Pdt.Mcknight tidur diruangan yang lain. Mereka menggunakan kain sarung India untuk dipakai sebagai selimut mereka. Tuhan menolong Pdt.Patterson dan team didalam perjalanan mereka dan mereka tidak harus singgah di Belawan-Deli. Mereka semua kembali ke kapal dan berlayar menuju Batavia, dimana disana mereka bertemu Van Claverans dan kemudian mereka menuju ke tempat tujuan mereka yaitu kota Surabaya.
Pdt.Patterson bersama team mengunjungi Borneo atau Kalimantan sekarang beberapa tahun pertama mereka di Indonesia. Pada waktu mereka sedang berlayar menuju Kalimantan, Pdt.Patterson melihat peneguhan visi yang ketiga yang didapat sewaktu ia diselamatkan. Adalah sebuah pohon kelapa yang bertumbuh di kedua belah sisi dari suatu sungai dan ia bersama keluarganya berlayar di sungai itu. Pdt.Patterson tahu bahwa itu adalah Indonesia, tanah dimana ia dipanggil. Jadi sebanyak tiga cara Tuhan memberikan konfirmasi demi konfirmasi atas panggilannya didalam hidup.
Pdt.Mcknight berkata, ”Kami belajar banyak disekolah Alkitab pada tahun itu, dari latihan-latihan, dan ada beberapa point yang diberikan Pdt.Patterson kepada kami semua yang berhubungan dengan Firman Tuhan disana. Saya kagum kepada kesabaran Pdt.Patterson dan keluarga didalam membantu saya dengan bahasa yang dipakai disana. Seringkali banyak orang datang dan mereka berbicara tentang bagaimana pekerjaan Tuhan dan saya sering memotong pembicaraan mereka dengan pertanyaan-pertanyaan dikarenakan kata-kata yang tidak saya mengerti atau yang belum pernah saya dengar. Pada kesempatan itu, seperti saya menyusahkan ia dan saya pasti akan hal itu.”
Keluarga Patterson memiliki mobil Ford model T dimana disuatu perjalanan bersama antara Keluarga Patterson dan keluarga Mcknight menuju ke kota Lamajong untuk menghadiri suatu pertemuan, kami berada di suatu daerah yang banyak menghasilkan buah-buahan. Semua jemaat membawa berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran untuk sekolah Alkitab disana, kami harus menyusun semua pemberian itu dibelakang mobil dan setelah itu kami menaruh yang selebihnya dibangku belakang mobil.
Mobil diisi penuh sampai keatap dan hanya ditinggalkan sedikit ruangan untuk keperluan melihat kebelakang pada saat menyetir pulang. Suatu ketika Curly Cochran sedang mengendarai mobil yang berisi penuh dengan berbagai jenis buah-buahan, sayur-sayuran serta buah kelapa selayaknya seperti penginjil-penginjil yang lain.
Pada saat ia memasuki kota Asirian, seorang polisi Belanda memberhentikannya. Adalah merupakan suatu pelanggaran dikota Asirian apabila seseorang mengemudikan kendaraan yang berisikan muatan yang berlebihan. Curly menghentikan kendaraannya dan polisi harus melompat kesisi pengendara dikarenakan muatan yang berlebihan tersebut.
Dengan kesalnya pak polisi tersebut marah-marah dengan menggunakan bahasa Belanda yang tidak dimengerti oleh Curly. Curly hanya menjawab dengan menggunakan bahasa Inggris dan melihat itu pak polisi melepaskan ia pergi. Richard meyambung, ”Waktu kecil dahulu, mereka pergi ke sekolah Belanda di Indonesia. Kami biasa mengunakan tiga bahasa pada saat itu. Kami berbicara dalam bahasa Belanda dengan murid-murid tertentu, tetapi pada murid-murid yang lain dan kepada orang tua kami, kami berbahasa Inggris. Penduduk disana tidak mengerti bahasa Inggris, jadi kami menikmati suasana tersebut.
Semua keluarga Pdt.Patterson bisa memainkan alat musik dan itu menguntungkan perjalanan misi mereka. Bill bisa memainkan trompet, Marion memainkan saxophone, dan Richard memainkan flute.
Pdt. Patterson bersama keluarga harus meninggalkan Indonesia karena peperangan yang terjadi. Mereka menyeberang ke Surabaya untuk menghindar dari serangan bom. Disaat-saat yang genting seperti itu, Richard sering menyanyikan lagu “Safe In The Arms of Jesus” atau “Aman ditangan Yesus.” “Tentu saja pada saat bom-bom berjatuhan,” katanya,” Kamu harus memastikan bahwa kita semua aman ditangan Tuhan Yesus.”
Mereka berangkat ke New Orleans dan melanjutkan perjalanan ke Seattle, dengan Lincoln Zephyr yang dibeli Pdt.Patterson. Karena banyaknya kerusakan-kerusakan dari mobil itu, mereka berhenti di Washington untuk bisa mobil itu diperbaiki. Didalam perjalanan pelayanan misinya, sering anak-anak mengumandangkan lagu “Safe In The Arms Of Jesus.” Ketika mereka sampai di Seattle satu hari sebelum pergantian tahun 1942 ke tahun 1943, mereka sedang menunggu waktunya Tuhan untuk mencari gedung baru dimana Crystal Pool menjadi sasaran kuat untuk gedung yang baru oleh Pdt.Offiler.

Arlin Wasell dan Harold Amundsen bersama Pdt.Offiler didalam team pencarian yang bakal menjadi gedung Bethel Temple yang terletak di daerah Second dan Lenora. Kemudian Pdt.Offiler bertemu dengan orang yang bertanggung jawab mengelola gedung Crystal Pool tersebut dan persepakatan tercapai untuk membeli gedung itu. Waktu berganti ketika gedung Crystal Pool sudah hampir selesai direnovasi, kedapatan bahwa pihak bank akan menyetop bantuan dana mereka kepada gedung itu. Ternyata seseorang yang bertanggung jawab didalam mengelola Crystal Pool tersebut, tidak punya hak untuk menjual gedung itu kepada orang lain.
Pdt.Offiler bergumul keras didalam doa tentang situasi tersebut. Lalu ia berangkat menuju ke bank yang bersangkutan dan Puji Tuhan, dana kembali disalurkan. Di waktu-waktu itu bahan-bahan untuk pembangunan itu sangat sulit diketemukan karena adanya peperangan disana sini dan ajaibnya semua bahan-bahan yang diperlukan mereka untuk perenovasian sangat gampang ditemukan. Suatu ketika Pdt. Offiler menugaskan Pdt.Patterson, ”Ini wadah yang bisa menampung 30 pound air yang sudah pernah digunakan untuk keperluan lain. Kita akan mengganti fungsinya untuk bisa mengalir-kan air panas. Pergilah dan cari yang bisa menampung 10 pound air.”
Pdt.Patterson sambil berjalan keluar ia berfikir, ”Saya tidak tahu apa-apa tentang barang ini ?” Tetapi ia pergi juga ke sebuah toko dimana penjaga toko memandangnya sambil berkata, ”Barang seperti itu harus dipesan khusus hanya di toko tertentu.” Tetapi ucapan itu tidak memberhentikan usaha Pdt.Patterson untuk mencari dan mencari. Akhirnya ia memasuki satu toko yang bernama Star Machinery dengan memegang barang yang diberikan oleh Pdt.Offiler sebagai contoh dan bertanya kepada penjaga toko katanya, ”Apakah kamu punya barang seperti ini tapi yang hanya bisa menampung 10 pound air?” Penjaga toko melihat ia dan balik bertanya, ”Kamu dari mana?” Pdt.Patterson menjawab, ”Bethel Temple.” Penjaga toko menyahut kembali,” Saya punya barang yang kamu cari.” Lalu penjaga toko mengambil yang 30 pound, dan memberikan apa yang Pdt.Patterson perlukan.” Kemudian Pdt.Patterson kembali ke Bethel Temple.
Dikesempatan lain, mereka kekurangan empat kayu penopang untuk menopang lantai-lantai utama ruangan auditórium. Pdt.Offiler berkata kepada Pdt.Patterson, ”Pergilah dan cari apa saja yang bisa kamu temukan.” Sekali lagi, Pdt.Patterson berkata dalam hatinya, ”Ya Tuhan, adalah baik untuk selalu diam didalam naunganMu.” Ia tahu bahwa ia hanya tahu sedikit didalam hal membangun dan segala sesuatu yang berhubungan dengan membangun.
Pdt.Patterson pergi ke Ballard, dimana tidak sengaja ia melihat sesuatu yang ternyata itu adalah bahan untuk penyanggah jembatan. Dengan cepat ia masuk kedalam toko tersebut dan bertanya kepada penjaga toko, ”Apakah kamu punya barang yang seperti ini yang dijual murah?” Penjaga toko memandangnya dan bertanya, ”Memangnya barang itu buat apa?” Pdt.Patterson menjawab, ”Untuk Bethel Temple dan kami butuh lima saja.” Kemudian barang tersebut dijual kepadanya, dimana pada situasi seperti itu sangat sulit sekali untuk seseorang mendapatkan sesuatu segampang itu.
Dan masih banyak lagi keajaiban-keajaiban lain yang Tuhan berikan didalam proses perenovasian gedung Bethel Temple yang baru. Contoh lainnya yaitu bagaimana mendapatkan balok-balok kayu untuk membuat kursi-kursi yang akan ditaruh didalam gedung. Pada tahun 1944 perenovasian selesai dilakukan dan diresmikan ditahun yang sama.
Pada tahun 1947, Pdt.Patterson dan keluarga berikut Pdt.McKnights bersama-sama kembali ke Indonesia. “Kita semua berangkat dengan menggunakan kendaraan tambahan yang disediakan oleh angkatan laut, ”Kata Pdt.Mcknight,” Kapal itu seperti seekor ular laut, kapal tentara asli.” Didalam kapal tersebut semua wanita ditempatkan disuatu tempat dan semua laki-laki ditempat lain.
Pdt.Patterson turun di Surabaya karena dari sana mereka akan melanjutkan perjalanan ke Batavia atau Jakarta sekarang. Dan selebihnya berlayar menuju Timor. Mereka semua senang bisa bertemu kembali dengan Pdt.Patterson sekeluarga setelah tinggal di Timor untuk beberapa waktu. Pada waktu mereka di Timor, mereka terkena penyakit malaria dan buang-buang air, jadi tubuh mereka kurus kering. Bertemu kembali dengan Pdt.Patterson sekeluarga adalah merupakan suatu kekuatan dan berkat untuk mereka.
“Pdt.Patterson,” kata Pdt.McKnight,” Kasih melanda Indonesia. Tuhan memberikan panggilan yang besar kepadamu untuk mengajar sekolah-sekolah Alkitab. Kamu sudah sering kali pulang pergi dan mengajar diberbagai daerah. Semua murid-muridmu mengasihimu.”
Pada tahun 1948, Pdt. Offiler memanggil pulang Pdt.Patterson dan keluarga dari perjalanan misi mereka untuk kembali ke Seattle. Diumur yang ke tujuh puluh tiga, Pdt.Offiler menyampaikan isi hatinya bahwa sudah saatnya seorang muda mengambil alih kepemimpinan di Bethel Temple.
Beberapa tahun sebelum kejadian diatas, suatu sore di Bethel Temple, Pdt.Offiler melihat kebawah ke tempat dimana Pdt.Patterson dan istri duduk. Ia berkata,” Untuk keberhasilan mereka dan didepan jemaat Pdt.Offiler berkata, ”Willie, mari maju ke depan dan berlutut“. Pdt.Offiler melanjutkan perkataannya,” Apabila terjadi sesuatu kepada saya, anak muda inilah yang bisa diharapkan.” Sesudah kejadian itu, Pdt.Patterson bersama keluarga kembali ke gereja yang terletak didaerah Second dan Lenora.
Disana mereka mengalami kemajuan didalam jumlah jemaat. Hadirat Tuhan selalu ada disetiap kebaktian yang ada. Pdt.Offiler mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden di tempat itu, tetapi seterusnya beliau masih terus mengadakan kebaktian-kebaktian namun tanggung jawab selebihnya ia berikan kepada Pdt. Patterson. Bethel Temple memiliki apa yang disebut Don Miller sebagai “Pertunjukan musik yang hidup” diakhir tahun empat puluhan dan lima puluhan.
Sekolah Alkitab di Bethel Temple dimulai oleh Pdt.Patterson dimusim gugur tahun 1952, dimana Pdt.Apple terpanggil di daerah California untuk menjadi kepala disana. Pdt.Apple sudah mengenal Pdt.Patterson dari tahun 1926.
Pada tahun 1975, Pdt.Apple bersama istri mengunjungi Indonesia. Mereka mengunjungi gereja-gereja yang didirikan oleh Pdt.Patterson dan istri, bertemu dengan pendeta-pendeta dan pelayan-pelayan Tuhan yang lulus dari sekolah Alkitab yang didirikan oleh Pdt.Patterson. Apple memastikan bahwa, ”Pdt.Patterson sangat dikasih disana dan saya setuju dengan hal itu.”
Disamping mendirikan sekolah-sekolah Alkitab diberbagai tempat di Indonesia dimana banyak penginjil-penginjil yang diutus dari sana, Pdt.Patterson juga menulis buku-buku seperti “Bible Treasures From Daniel and Revelation,” “The Tabernacle,” and “Great Themes of the Bible.” Pada tahun 1955, Pdt.Patterson digantikan oleh Pdt.Apple. Pdt.Apple digantikan oleh Pdt.Mcknight.
Dari Bethel Temple, Pdt.Patterson sekeluarga mengembalakan di Lewiston, Idaho. Mereka melayani disana bersama anak mereka yang paling kecil, Richard. Selanjutnya Pdt.Patterson mengembalakan dibeberapa gereja disebelah Utara sebelum berhenti mengembalakan gereja di tahun 1963. Mereka sekeluarga menetap di di Mirror Lake Park di Federal Way, Washington. Ditempat itu, Pdt.Patterson dan istri masih mengajar dan belajar Firman Tuhan.
Disana juga, Richard menikah dengan Loretta Jackson, anak perempuan dari seorang Insinyur Kereta Api untuk jalur Milwaukee, Parry Jackson. Mereka berdua bertemu di Mirror Lake dan saling menulis surat. Richard dan istri dikaruniai empat orang anak: Steve, Patrick, Leann, dan Jill. Anak yang tertua dari keluarga Pdt.Patterson, Bill, menikah dengan Joyce Hubbard dan dikaruniai empat orang anak: Dale, Tom, Sheila, And Beverly. Anak perempuan dari keluarga Pdt.Patterson, Marion, menikah dengan Bob Broadland. Marion mempunyai satu anak perempuan, Karen, dan satu anak laki-laki, Sam, dan mereka melayani di Indonesia.
Pdt.Patterson dipanggil Tuhan pada tanggal 20 Januari 1984 diusia yang ke tujuh puluh enam. Kebaktian penguburannya dilaksanakan di Bethel Temple dan dihadiri oleh Pdt.Hanny Mandey, pemimpin dari Gereja Pantekosta di Indonesia.
END.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silankan Mengisi Komentar anda dan email